Dia Inspirasiku
Perasaan Cinta
atau Kagum?
Sebagai seorang mahasiswa yang kuliah di Universitas Islam,
membuatkan aku berpikir semoga calon suamiku nanti seorang yang alim. Aku
melihat di kampusku, walaupun Universitas Islam tapi tidak semua alim bahkan
jika dihitung mahasiswa yang memakai peci bisa dikatakan sangat sedikit. Aku
heran dengan suasana kampusku ini, sehingga aku merasa mungkin jodohku bukan
satu kampus mungkin dari ikhwan yang diluar kampus.
Pemikiranku
berubah drastis, sejak aku berpapasan dengan seorang pemuda, yang mengenakan
peci dan baju koko. Wah, jarang sekali ada yang gini di kampus. Ada perasaan
aneh di hatiku, mungkin ia mampu mencuri perhatianku dengan penampilannya, dan
aku tidak mau hanya terpesona sampai disitu. Aku ingin melihat sikap dan
intelektualnya, jika sudah pas aku akan menanyakan kesiapannya untuk menikah.
Aku bukan mau menjatuhkan harga diriku dengan duluan menyatakan cinta kepada
kaum Adam, sama sekali bukan, tapi apa salahnya jika aku mencari pasangan yang
terbaik untuk membawa aku menuju jalan keredhaan Allah. Banyak wanita yang
sengsara karna cinta, mereka berpikir pasangannya bisa berubah setelah menikah,
hakikatnya mereka harus memendam rasa karena pasangan mereka sedikit pun tidak
berniat untuk berubah. Jadi, apa salahnya, aku cari yang sudah jadi baik, yang
sudah cerdas dan alim sehingga aku tidak perlu berharap dengan perubahan yang
tidak jelas itu.
Sekali lagi pemuda
itu membuat aku terkagum dengannya, aku menanyakan banyak orang tentang
pribadinya, mereka semua mengatakan ia sosok yang rajin dan alim. Bahkan di
keluarganya, ia sendiri yang alim sehingga bisa dikatakan ia seperti ikan yang
tak terpengaruh di lautan asin sehingga ketika mau dimasak manusia ikan
tersebut harus ditarok garam lagi. Artinya pemuda itu memang menjaga dirinya,
ia menjaga jaraknya dan ia juga rajin sehingga bisa menguasai bahasa Arab dan
bahasa Iggris.
Aku masih mau
menyakinkan diri ini, jadi aku mulai sms pemuda tersebut untuk belajar bahasa
Arab dan bahasa Iggris padanya. Jawaban yang ku terima sangat di luar dugaan.
“Antum bisa belajar dengan akhwat-akhwat yang lebih cerdas dari ana”. Sungguh
benar pemuda ini menjaga jaraknya sehingga aku ambil insiatif untuk berterus
terang jika ia aku ingin menjadikan dia sebagai pasangan hidupku. Aku sadar
diriku mudah terbawa arus, sehingga aku perlukan seorang pemimpin yang bisa
mempimpinku. Jawabannya sangat membuatku kecewa, “saya mau fokus kuliah dulu,
sekarang masih belum terniat sampai di situ”. Aku ambil positifnya, karena
sarjana adalah hadiah kita kepada orang tua kita, jadi wajarlah dia mau fokus
sarjana untuk membahagiakan orangtuanya.
Jadi, aku harus
menunggu 4 tahun untuk kami menyelesaikan kuliah kami, selama waktu berjalan
aku belajar bersungguh-sungguh di kampus sehingga IP ku pernah 4.00. Aku juga
mengikuti liqo, halaqah dan program LDK yang lainnya. Aku mau membersihkan
hatiku dari semua kesilapanku dan aku ingin menjadi sosok yang pantas untuk
suamiku kelak. Semua ini ku niatkan karna Allah jadi walaupun jodohku bukan
dengan pemuda tersebut, itu takdir Allah. Allah yang telah mengaturnya.
Namun tidak
dapatku mungkiri perasaan hatiku ini ketika berhadapan dengan sosok pemuda itu,
masih ada getaran disini, masih ada debaran hatiku. Getaran apa, getaran
kekagumanku pada sosok tersebut, debaran apa, debaran jantungku yang berdegup
kencang sangat berpapasan ketika ia lewat. Walaupun ketika berpapasan kami
tidak bertegur sapa, tapi aku tetap ingin mengenang getaran dan debaran ini.
Indahnya cinta masa muda, karna memiliki rasa seperti ini. Lidah yang kelu
tidak bisa berkata apa-apa, keringat dingin yang bercucuran di muka dan jantung
seperti dipompa dengan kecepatan yang tinggi. Ah, rasa ini memalukan aku.
Bagaimana tidak, sosok pemuda itu terlihat biasa berlalu meninggalkan aku
sendiri yang melihatnya pergi, mungkin sosok itu tidak merasakan getaran dan
debaran yang kurasakan. Hanya aku sendiri di sini, bertepuk sebelah tangan. Ah,
sudahlah, jika Allah tidak takdirkan kami untuk bersama dalam ikatan pernikahan
berarti ia memang bukan jodohku.
Hari-hariku
berjalan dengan mulus, ketika saatnya sudah tiba aku akan mengatakan padanya
sekali lagi. Sungguh sosok itu menjadi motivasiku, ketika aku malas belajar
“pasti pemuda itu sedang belajar”, aku jadi semangat belajar, ketika aku lelah
ikut pengajian aku bangkit lagi lagi dari kelelahan ini, ada seseorang yang
menunggu aku untuknya dan dia pasti mengharapkan aku yang terbaik untuknya.
Kini 4 tahun sudah
berjalan, banyak perubahan yang berlaku, aku dari tidak bisa apa-apa memperoleh
IPK yang membanggakan yaitu 3.83 di akhir perkuliahanku, aku mengucapkan
Alhamdulillah kepada Allah karna ia yang memberikan aku nikmat untuk
memperolehnya. Tentang sosok itu, ia telah bergelar sarjana dan kini aku merasa
aku bisa meluahkan sekali lagi tentang kesiapanku untuk menjadikan dia suamiku.
Dengan bermodalkan
bismillah aku meluahkan isi hatiku padanya, ketika ia mengatakan mau fokus
kuliah aku tidak mau menganggu kuliahnya dengan perasaan ini dan alangkah
kagetnya aku ketika selesai semua aku luahkan. Jawabannya adalah “ ana
menganggap antum sebagai sahabat baik ana, dan sebenarnya ana telah mengatakan
kepada tengku di pesantren ana bahwa ana suka sama anaknya dan ana akan tunggu
anaknya besar. Sekarang anaknya masih kelas 1 SMA.” Kaget, itulah yang aku
rasakan sekarang, ketika aku menunggunya, dia malah menunggu orang lain.
Apakah aku
menanggis, tidak. Tapi aku tetap berdoa kepada Allah agar kuatkan hati aku
untuk menghadapi hari-hariku kedepan. Mungkin dulu aku fokuskan hatiku untuk dia,
tapi sekarang mungkin Allah ingin menghadiahkan sosok lain untukku. Aku juga
harus ambil positif dari pengalamanku ini, bukankah aku dengannya tidak larut
dalam dosa pacaran, bukankah selama ini dia yang menjadi inspirasiku sehingga
aku selalu memotivasikan diri ini. Jadi untuk apa aku kecewa, walaupun aku
kehilangan dia, tapi aku tetap berkelas, dan aku harus ikhlas karena semuanya
telah ditentukan oleh Allah.
Kini sosok
tersebut melanjutkan S2 di Bandung di salah satu Univertas Islam terkemuka. Dan
aku tetap tidak kalah darinya, aku menikah dengan di usia yang muda dan
memperoleh anak yang sangat cantik. Tentang suamiku, ia sangat baik dari sosok
pemuda itu dan aku tidak pernah menyesal dengan semua ini karena pemuda itu
adalah masa lalu yang telah memotivasikan aku sampai sekarang. Tentang anak
tengku yang mau dilamarnya, aku dapat kabar bahwa anak tengku tersebut sudah
bertunangan dengan anak tengku pesantren yang lain. Mungkin akan ada yang lebih
baik lagi untuk dia. Yang penting aku dan dia tetap menjadi sahabat sampai
sekarang.
Izinkan aku menutup kisah inspirasiku ini dengan sebuah kata-kata.
“Kadang cinta memintaku untuk menunggu,
dan aku tetap menunggu. Apakah penantianku ini sia-sia?. Tidak, karna aku
mengisi penantianku ini dengan hal yang baik-baik. Dan ketika cinta telah
sampai pada waktunya, dia yang memintamu untuk menunggu kini telah menyadarkan
hatiku ternyata dia bukan jodohku. Apakah aku menyesal?. Tidak, sekali lagi aku
katakan, penantianku padanya aku isi dengan hal yang baik-baik”.
Komentar
Posting Komentar