Ketika Hati Harus Memilih

Aku ingin bahagia, cuma itu. Untuk bahagia kita harus bahagiakan orang, bukankah begitu?. Jadi aku berusaha untuk bahagiakan sesiapapun yang aku temui, aku membantu mereka sebisa mungkin dan aku selalu berbaik sangka untuk mereka disekitarku. Asalkan mereka bahagia dan mereka akan membahagiakan aku, perkiraanku begitu.

Aku bertemu dengan seseorang yang seperti aku, suka membahagiakan orang sekitarnya dan kami cocok. Kami sama-sama bahagia, lupakan tentang segala status sosial dengannya aku memang bahagia bersamanya.

Lalu, aku bertemu dengan keluarga besarku yang dari kecil aku tak ketemu mereka, aku bahagia bertemu mereka semula. Aku sangat dengan dengan adek ayahku cecekku. Lagi-lagi aku berusaha untuk bahagia walaupun aku harus menanggis kencang. Iya, hidupku mulai diatur, dari rumah sewa harus tinggal bareng adik bongsu ayahku, lalu ia suka melaporkan aku, yang suka nginab tempat kawan dan kemudian kamarku dikasi yang 2meter alasannya aku orang berantakan, setengah tahun aku menanggis, menanggis kencang sendirian. Bagaimana mereka bisa memperlakukan aku begitu, dulu rumah sewaku cuma setengah kilometer dari kampus, karena perselisihan faham aku dipindahkan sejauh 3kilometer. Sanggup mereka, aku dipindahkan juga.

Aku bersabar, aku masih bisa bahagia kok,

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tidak Untuk Pacaran

Takdir Allah

RINDU