Aku Rindu

Dia datang, nafasnya tercuap-cuap. Aku sangat yakin dia buru-buru. Aku senyum, sememangnya dari tadi menunggu dia. Dia yang buru-buru dan aku yang pura-pura tak tau.

"Maaf tadi Ika lari dari sana." Aku tersenyum, gak dibilang juga aku tau. Keringatan dah keliatan.

"Ika kira, Ika mau ditinggalin." Kami kini berjalan beriringan. Masih tersenyum, malas untuk ku ladenin biarlah dia bisa bernapas sempurna dulu.

" Putra, masih disini kok, gak mungkin Putra tinggalkan Ika." Dia tersenyum, aku tau, aku suka dengan senyumannya. Bersamanya jantungku berdegup kencang.

Iya, aku jatuh cinta padanya. Cinta akan ketidaksabarannya, cinta akan keburu-buruan dan cinta akan kebaikannya. Kenyataannya, dia belum tentu akan membalas cintaku.

"Jadi kan kita jalan-jalan ke Mall?" Aku mengangguk. Kami janjian untuk jalan-jalan. Kuliah terasa jenuh, rasanya jalan-jalan dengannya pasti menyenangkan. Tinggal saat yang tepat akan ku jelaskan cintaku padanya.

Di Mall, kami ketawa-ketawa, liat dufan tapi gak main. Rasanya sambil jalan-jalan aku dah siap mengatakan. Sekali lagi, aku siap menyatakan tapi mungkin tak siap menerima penolakan.

Ika tersenyum liat kiri-kanan. Ika memang pemerhati yang baik tapi kenapa dia tak pernah menyadari isi hati hatiku.

"Ika." Ika melihatku. Aku keliru tiba-tiba. Takut persahabatan kami pupus. Takut untuk juga untuk memendam lebih lama cinta ini.

"Aku suka kamu." Akhirnya keluar juga yang selama ini aku nantikan. Ika ketawa, pelan lalu kencang. Raut wajahku mulai aneh melihat kelakuannya.

"Putra, aku yakin kamu bercanda." Aku mau mati. Aku serius dibilang bercanda tapi aku sudah kenal sekali dengan Ika,
bawaannya ceria.

"Aku serius." Kini tawa Ika hilang. Menatapku lama mencari keseriusanku. Aku bimbang, sungguh.

"Putra, aku minta maaf. Aku senang bersahabat denganmu. Untuk lebih dari itu rasanya aku tak mampu." Ika menunduk. Aku mau pingsan. Bukankah aku barusan ditolak dan aku gak bisa menerima.

"Ika, maafkan aku. Mungkin kedepan kita jangan bertemu dulu." Lalu, aku pun meninggalkan Ika sendirian. Maaf Ika, aku tak siap ditolak olehmu.

Di kuliah, kini ada benteng antara kami berdua. Ika hanya bisa menatapku walaupun ia menegurku, aku tidak menjawabnya. Aku kecewa, terlalu kecewa.

Kadang di saat sendirian, aku sedih. Hatiku menjerit kencang, aku rindu. Sangat merinduinya. Untuk kembali aku ego.

Akhirnya, aku sendiri di sini merinduinya. Dia ada disampingku tapi aku tak lagi bisa bersamanya. Biarlah kerinduan ini hanya aku yang rasa. Sambil mengenangkan masa lalu bersamanya.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

RINDU

Tidak Untuk Pacaran

Guru dan Murid