Jauh

"Kau!" teriak Hurr dengan kencang. Tangannya menunjuk wajah Anis. Matanya seolah ingin menelan Anis.

"Jangan kau ganggu aku, Anis!" Anis terpaku di tempat. Kaget melihat tingkah laku Hurr yang datang tanpa di undang dan langsung berteriak.

Hurr melangkah pergi meninggalkan Anis sendiri. Banyak mata yang melihat seolah tidak percaya. Ada apa gerangan dua sahabat baik ini bermusuhan.

"Salahku apa." gumam Anis di depan kaca kamar mandi. Air matanya mengalir bercampur dengan basuhan mukanya. Sungguh Anis tidak menyangka Hurr akan berteriak padanya di depan khalayak.

Lama Anis memandang cermin sambil berpikir. "Apa yang telah aku lakukan sehingga Hurr marah besar." lagi-lagi Anis mencuci wajahnya, meratakan bekas-bekas air matanya. Anis menangis lagi, kali ini ia menekuk lutut. Kepalanya ditekuk dan ia menangis lebih kencang.

"Salahku apa." rasanya sudah beribu kali Anis mengucapkan itu. Anis melepaskan semua, keluh kesah, sedih dalam tumpahan air mata. Rasanya dah cukup. Ia membereskan bekas air mata dan mencuci ulang wajahnya lagi dan berkali-kali.

"Badai pasti berlalu." Anis melangkah mantap setelah mengucapkan itu. Ia masuk ke ruangan seolah tidak ada yang berlaku. Hurr memandang sinis, api kebencian terlihat dimatanya. Anis seolah tidak memerhatikan dan langsung duduk.

Haikal masuk kelas terburu-buru, ia baru saja berlari. Pandangannya dilarikan kearah kelas. Kini pandangannya fokus satu arah, Anis. Ia duduk di samping Anis. Berusaha mengoptimalkan nafasnya lagi.

"Aku mencarimu tadi, Anis! Kemana-kemana dan sekarang aku lelah." Anis menoleh, melihat Haikal yang kini menjatuhkan wajahnya di meja seolah tidur akibat kelelahan.

"Haikal, mungkin kau punca Hurr membenciku." Anis berbisik pelahan. Matanya bergenang lagi. Haikal pun mendengar bisikan Anis, hatinya terluka. Gadis ini sedih karenanya. Haikal seolah tidak mendengar apa-apa dan memejamkan mata. Biarlah dia berpikir apa yang terbaik untuk sekarang.

Hurr bangun, meninggalkan kelas. Benci melihat kedekatan Haikal dan Anis. Hatinya tidak terima, cintanya ditolak dan sahabatnya yang memperoleh cinta tersebut.

"Biar aja aku kehilangan sahabat yang mengkianati sahabat." Kebencian Hurr membuatkan ia marah bukan sedih. Hurr menendang batu sesuka hatinya.

"Haikal ... "Anis memanggil perlahan. Haikal masih pura-pura tidak mendengar.

"Bisakah kedepan kita seolah tidak kenal." Haikal memejam erat matanya. Ia sudah tebak, Anis akan meminta ini, meminta hatinya berpura-pura tidak ada rasa cinta. Haikal mengangkat kepalanya. Tangannya didepakan seolah-olah baru bangun tidur.

"Ada apa, Anis." Anis terdiam, matanya tidak sanggup bertatapan dengan lelaki ini. Ia pun menundukkan kepalanya.

"Bisakah kedepan kita seolah tidak mengenal?" Anis memandang kebawah, lebih dalam seolah menatap atas adalah suatu penyiksaan.

"Iya bisa." Haikal tersenyum sambil menunjukkan wajahnya di depan Anis.

"Jangan sedih lagi ya." Senyuman Haikal lebih sumringah dari tadi. Haikal pun melangkah keluar dan Anis menangis di tempat.

Haikal mencari Hurr, ada yang harus diselesaikan. Haikal melihat Hurr sendirian duduk di taman. Haikal menghampiri. Hurr memandang dengan benci.

"Pasti datang karena Anis." Hurr membuka bicara. Haikal tersenyum.

"Aku datang karena mau mengatakan terima. Terima cintamu. Jadi, janganlah kau membenci sahabatmu. Sebenarnya Anis dekat denganku karena mau mendekatkan aku dengan kamu." Hurr memandang Haikal tidak percaya. Hurr senang sekali.

"Maaf Haikal aku salah faham. Yuk kawanin aku minta maaf sama Anis." Hurr menarik tangan Haikal. Haikal menghapus air matanya. Setitis.

"Anis, aku minta maaf." Hurr mengengam erat lengan Haikal.

"Aku tidak tau kau ingin menjodoh aku dengannya dan sekarang ia terima cintaku. Sungguh, maafkan aku." Anis mengangguk sambil memandang Haikal dan tersenyum.

Jauh, itulah yang terjadi. Haikal dan Anis yang semakin jauh. Seolah tidak ada yang terjadi antara mereka, gelak tawa yang pernah tercipta seolah pupus berakhir. Kenangan yang ada kini telah pergi menyisakan satu, jauh dan semakin jauh.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

RINDU

Tidak Untuk Pacaran

Guru dan Murid