Lukisan Terakhir di Hati Nurmaiya

Malam masih panjang, ketika semua melelapkan mata. Di suatu tempat, di atas kediaman Jenderal Charles. Rian berdiri di atap, pandangan dilarikan ke arah langit. Lama begitu, tapi hatinya tenang. Ada cerita di masa lalu yang buat Rian begini. Tentang kebahagiaan masa kecilnya yang kini ia tidak pernah dapatkan lagi.

Rian memasuki rumah itu dengan sangat hati-hati. Tujuannya, lukisan. Matanya menatap lama ketika melihat lukisan yang ia cari. Tanpa buang masa, lukisan berharga itu diambil dengan cepat.

Rian pulang dengan senang hati. Misinya telah berhasil. Rian membuka kotak, tempat simpanan lukisan tadi. Ia mengantungkan di dinding galerinya.
Tiga lukisan terpampang indah.

Besoknya, muncul di siaran tv internasional.

" Kini, tiga lukisan termahal hilang begitu saja dan polis berpendapat pelakunya adalah orang yang sama. Namun misteri ini belum terungkap, siapa yang melakukannya dan apa motifnya. Saya Nurmaiya melaporkan."

Rian tersenyum melihat berita di layar kaca. "Ayah, ibu. Aku berhasil. Tunggulah 7 koleksi lukisan ini ku lengkapkan." Rian lalu mencari makanan. Perutnya lapar.

Rumah Jenderal Charles penuh dengan kerumunan wartawan dan orang ramai. Mereka ingin mengetahui sebab hilangnya lukisan termahal itu. Jenderal Charles mengerutu, wajah bengisnya tak bersahabat.

"Untuk apa kalian di sini! Kalau kalian disini tidak dapat mengembalikan lukisanku. Pulang sana semua!" Jeneral Charles menghempas kuat pintu rumahnya. Suasana tidak bergeming, lalu kerumunan bubar.

Rian yang kebetulan lewat disitu ketawa dalam hati. Rasakan! Tanpa sengaja ia dilanggar oleh seseorang.

"Maaf," Rian melihat. "Oh, wartawan tadi Nurmaiya" Bisik hati kecilnya.

"Untuk menebus kesalahanku, biarlah ku traktir kamu" Pelawa gadis cantik itu. Rian mengangguk lalu mereka pun duduk di restoran berhampiran. Setelah pesan Rian mengawali pembicaraan.

"Rasanya kamu sering muncul di TV?" Nurmaiya mengangguk.

"Iya, aku seorang jurnalis dan sekarang sedang meliput kasus pencurian."

"Pencurian?" Rian seolah-olah ingin tau.

"Iya pencurian lukisan termahal dan malam tadi lukisan yang ke-3." Rian menganggukkan kepalanya tanda paham.

"Ohya, namaku Rian, aku detektif loh. Ini kartu namaku dan jika ingin ku bantu. Dengan senang hati akan ku bantu. Jangan merasa sungkan ya." Nurmaiya melihat kartu nama Rian. Kartu detektif yang diolah palsu olehnya. Bahkan iya juga memiliki kartu nama dokter, kartu siswa dan sebagainya. Ini sangat berguna buat penyamaran, jika ia perlu menyamar.

"Bisa juga. Aku meminjam kepandaianmu sebagai detektif. Mungkin dengan ini kasusnya segera selesai." Kini hati Rian tertawa lebih kencang.

"Rian, dalam kasus ini aku merasa aneh, tiga lukisan terkenal itu sangat mahal dan tidak diketahui siapa nama pelukisnya. Menurut aku, pencuri ini ada hubungannya dengan pelukis. Masalahnya siapa pelukisnya. Bisakah kau mencarinya, akan ku berikan data-data tentang kasus ini." Lama Rian terdiam, ia berpikir. Perempuan di depannya ini bukan sebarangan. Hampir 70% perkiraannya benar.

"Baiklah Nurmaiya, akan ku carikan informasi untukmu. Paling lewat seminggu ku telpon." Lalu mereka pun berpisah.

Rian sedih, hatinya mengenangkan ayahnya. Ia kembali ke galerinya. Memandang lukisan itu dengan perasaannya. Betapa ayahnya melukis dengan perasaan bahagia, bersama dia dan ibunya. Ayahnya melengkapkan tujuh koleksi dengan jayanya. Lukisan bernama ayahnya namakan Tanah, kemudian udara, selanjutnya api, seterusnya angin, kemudian debu, lalu kasih dan cinta.
Sayangnya, selesai tujuh koleksi disiapkan ayahnya dibohongin. Lukisan ayahnya tidak bernama, lukisan itu menghancurkan kebahagiaan keluarga mereka.

Ayahnya yang kecewa bunuh diri, lalu ibunya pun menyusul. Rian ketika itu masih 12 tahun, ia kehilangan orang tuanya. Dengan harta warisan ayahnya ia pun bisa hidup. Sekarang ia berumur 17 tahun. 5 tahun hidup sendiri cukup buat ia berdikari.

"Rian, ayah dah selesai melukis. Lihatlah betapa agungnya lukisan ini. Ayah hadiahkan untuk Rian dan ibu." Lalu mereka bertiga berpelukan sambil melihat indahnya lukisan.

"Rian, berjanjilah pada ibu, jadi anak yang membanggakan kami berdua." Rian mengangguk.

"Aku janji, ayah ibu. Aku tidak mungkin mengecewakan kamu berdua. Aku sayang sekali dengan ayah ibu." Kini pelukan keluarga itu makin erat.

Rian mengalirkan air mata, galeri ini menjadi saksi betapa memilukan kenangan dulu. Ayahnya yang tergantung di kamar ini, dan ibunya yang mengiris pergelangan tangannya.
Sepucuk surat cukup mengungkapkan semua.

"Rian, ayah minta maaf, kepadamu dan ibu. Ayah tidak menyangka kini ayah dituduh pencuri untuk lukisan yang ayah lukis sendiri. Sungguh hina perasaan ayah ketika dibohongi oleh orang yang sangat ayah percayakan dan ayah harus menanggung segala hutang atas dakwaan-dakwaan palsu jika tidak ayah akan dipenjara. Maafkan ayah, tak mungkin untuk masuk penjara atau bayar hutang. Jika masuk penjara apa akan jadi dengan masa depanmu dan untuk bayar hutang, kita tak punya sepecer pun uang. Salah ayah karena mengandalkan lukisan ini."

Di bawah surat itu, ibunya melanjutkan.
"Rian, ibu minta maaf menyusul ayahmu. Ibu tidak mungkin melanjutkan hidup ini untuk membayar hutang ayahmu atau mengantikan ayahmu dipenjara. Tenanglah Rian tiada siapapun yang tau kau anak kami, ibu dan ayah tidak pernah mempamerkanmu. Hiduplah dengan uang yang telah kami masukkan dalam rekeningmu dan kembalilah ke rumah ini setelah kasus kami selesai." Rian yang baru pulang sekolah menanggis dan segera keluar dari rumahnya. Dua tahun kemudian baru ia kembali ke rumahnya. Merapikan seperti sedia kala.

Galerinya masih menjadi saksi bisu, kesedihan yang mendalam. Sungguh ia ingin mencari tau siapa atasan ayahnya yang menipu ayahnya. Menjual lukisan ayahnya tanpa izin ayahnya lalu memanipulasikan semuanya. Malam ini ia akan mencuri lukisan yang keempat yang ayahnya namakan angin. Kali ini ia akan tinggalkan perakam suara.

Semua persiapan sudah ia lakukan. Lalu ia pun bergerak menuju rumah targetnya, Profesor Adam. Ia dengan mudahnya memasuki rumah Profesor Adam dan dengan cepatnya ia melekatkan perekam suara di bawah meja setelah mencuri. Lalu ia pun pulang. Tanpa ia sadari ada yang sempat merekamnya.

Lagi-lagi lukisan keempat berhasil ia miliki. Sungguh senang hatinya. "Ayah ibu, tiga lagi lukisannya. Sabar sebentar ayah sedikit lagi akan aku kembalikan maruahmu". Kemudian telponnya berdering tepat jam 5 pagi.

"Halo?" Rian bersuara perlahan.

"Halo. Rian ini aku Nurmaiya. Sarapan ini kita harus bertemu. Ada hal penting yang ingin kukabarkan" Rian hanya membalas okey. Rasa penasaran menghantui dirinya.

Nurmaiya yang baru sampai restoran tersenyum melihat Rian di tempat. Selesai pesan Nurmaiya membuka bicara.

"Maaf ya Rian menganggumu, tapi ini penting." Nurmaiya mengeluarkan handycam dan menampakkan video ke Rian.

"Liat ni Rian, inilah pencurinya. Aku belom nampain ke polisi. Aku mau selidiki sendiri." Rian kaget, tubuhnya terakam cuma wajahnya terlindung topi.

"Rian, ini harus dirahsiakan. Aku dah dapat informasi tentang pencuri ini. Ia mencuri empat koleksi tanpa nama pelukis dan ternyata koleksi dengan gaya lukisan yang sama ini hanya ada tujuh. Berarti kita harus tunggu di kediaman yang memiliki lukisan kelima yaitu debu." Rian terdiam.

"Bagaimana kamu tau dia akan datang di rumah Profesor Adam tadi malam?" Tanya Rian.

"Profesor Adam teman ayahku, jadi aku merasa beruntung aja. Semalam aku masih belum yakin pencurinya datang tapi kini aku baru yakin dengan teoriku. Pencuri itu memang mengincar tujuh koleksi lukisan tanpa nama dengan gaya yang sama." Rian tersenyum 80% perkiraan gadis ini tepat.

"Jadi, sekarang apa yang harus ku lakukan?" Tanya Rian.

"Malam ini ikut aku kita pergi rumah Tuan Haris ya. Aku yakin lukisan ke lima juga akan di curi." Rian mengangguk. Setelah rencana diatur oleh Nurmaiya, Rian yang seolah paham pun minta izin pamit.

Sambil berjalan, Rian mengeluarkan headset dan duduk di sebuah taman. Ia kemudian mengulang percakapan yang berlaku di rumah Profesor Adam. Dugaannya tepat, percakapan mereka berkait dengan lukisan ayahnya.

" Charles, apakah kamu merasa aneh tentang misteri pencurian lukisan ini?"
Suara Profesor Adam terdengar di hujung sana.

"Iya Adam, aku yakin Mikael dan Marie bunuh diri. Sungguh misteri, lukisan kita dicuri serentak. Hey Harris, kamu harus jaga lukisan "debu" sebaik mungkin dan kamu Hendri jagalah lukisan "kasih" dan "cinta" sebaik mungkin. Jangan-jangan roh Mikail dan Marie datang untuk menuntutmu Hendri. Bukankah kau yang menipu mereka." Rian gementaran, suara ketawa di corong sana menambahkan sakit hatinya. Ditambah lagi suara sinis Hendri.

"Mana mungkin roh mereka, paling pencuri yang terlalu kagum dengan koleksi lukisan tak bernama ni aja." Gelak tawa Hendri menusuk hati Rian. Rian membuang headsetnya dan memijak sampai hancur. Dendam kali ini harus berhasil. Rian dah tau koleksi lukisan terakhir ayahnya berada di mana. Tinggal dilaksanakan.

Malam ini seperti janjinya, Rian dan Nurmaiya menunggu di tempat tinggi. 2jam penantian yang sia-sia. Rian menyodorkan minuman ke Nurmaiya seketika kemudian Nurmaiya pun menguap.

"Kamu tidurlah dulu biar aku yang jaga." Nurmaiya lalu tertidur, obat tidur dari Rian memang mujarab. Rian dah persiapkan pistol bius untuk sesiapa pun yang menghalang jalannya.

Dalam sejam Rian berhasil menidurkan pengawal Tuan Harris, dan lukisannya ia berhasil meletakkan di galerinya. Kemudian ia pun kembali ke tempat Nurmaiya, dan berpura-pura tidur.

"Rian, bangun Rian!" Suara Nurmaiya terdengar menjerit.

"Yuk kita ke rumah Tuan Harris, liat banyaknya kerumunan polisi. Lukisannya, mungkin dah dicuri." Nurmaiya berlari sambil menarik tangan Rian dan betul lukisannya hilang. Wajah Nurmaiya muram, seperti mendung gelap dimana sebentar lagi hujan.

Tiba-tiba Nurmaiya menanggis, Rian kaget. Rian membawa Nurmaiya di bawah pohon. Mereka duduk di situ.

"Kenapa menanggis?" Esakan Nurmaiya makin keras.

"Rian, kini giliran rumahku. Lukisan "kasih" dan "cinta" berada di kamar ayahku. Aku takut terjadi apa-apa kepada keluargaku" Rian kaget tapi tetap mencoba menenangkan.

"Kenapa berada di rumah ayahmu?" Rian serba salah, rasanya ia mulai menyukai gadis ini. Tapi kenyataan yang baru didengar sangat membuat hatinya mengelegak panas.

"Dari aku berumur 10 tahun ayahku bilang lukisan ini dihadiahkan oleh sahabatnya. Ayahku sangat menyukai lukisan "kasih" dan "cinta". Ia merawat dengan sebaik mungkin. Ayahku pasti sedih jika lukisan itu dicuri." Nurmaiya masih menanggis dan tampaknya Rian tidak berusaha memujuk Nurmaiya. Rian binggung.

"Kamu ke rumahku ya. Kita jaga sama-sama. Lukisan terakhir ini". Rian hanya mengangguk lemah.

Rian pulang ke rumahnya sebentar buat mandi dan makan. Lalu ia mendatangi galerinya.

"Ayah, apa yang mesti aku lakukan. Lukisan terakhir berada di rumah orang yang ku sukai. Padahal sikit lagi koleksinya sempurna." Tiba-tiba pintu rumah Rian diketuk.

Rian merasa curiga karena belum pernah ada yang mampir. Rian membuka pintu dengan perlahan. Nurmaiya. Gadis itu tersenyum lalu masuk.

"Aku sengaja mampir, tadi aku ikut kamu. Aku penasaran." Lalu Nurmaiya berkeliling sehingga depan pintu galeri Rian. "Aku buka ya?" Nurmaiya langsung buka. Kaget, lima lukisan yang hilang ada di depan matanya.

"Akanku jelaskan." Suara Rian terdengar. Rian memberikan surat ibu bapanya. Nurmaiya terlopong sehingga iya menutup mulutnya. Ia tak menyangka kisah hidup Rian begitu menyedihkan.

"Tolong Nurmaiya aku ingin dapatkan kembali koleksi orangtuaku. Koleksi yang ingin aku pamerkan di kamar ini" Nurmaiya diam membisu. Ia tak menyangka ayahnya sekejam itu.

Nurmaiya berjanji akan membantu Rian mendapatkan kembali haknya. Mereka pun pergi ke rumah Nurmaiya. Kini tidak lagi malam tapi siang.

Nurmaiya melihat sekeliling rumahnya, lalu ia membawa Rian ke kamar ayahnya. Ketika Rian mau memasukkan lukisannya, sepucuk pistol terarah kepadanya.

"Ayah!" Jerit Nurmaiya.

"Siapa kau! Letakkan kembali lukisannya. Nurmaiya jauh dari lelaki itu." Rian dah siap dengan senjatanya. Sebetulnya ia dah siap bunuh laki itu.

Kini Rian dan Hendri mengacungkan pistol. "Aku anak Mikael dan Marie, dan aku ke sini balas dendam. Nurmaiya maafkan aku" Tembakan pun dilepaskan dan Hendri pun melepaskan tembakan. Masa yang sama dua das tembakan berbunyi dan Nurmaiya menjerit tak percaya. Darah bercecerah dan Rian berbisik. Tolong kembalikan lukisan ini di galeriku. Lukisan terakhir ini aku hadiahkan untukmu. Kasih dan cintaku padamu." Lalu meninggallah Rian dan ayahnya.

Lukisan terakhir Rian dijaga dengan baik oleh Nurmaiya. Ia mengubah rumah Rian menjadi galeri lukisan karya agung. Tujuh koleksi lukisan yang kini sudah ada nama. Mikael. Pengorbanan dan balas dendam Rian tak lagi sia-sia. Kasus ini selesai dengan Nurmaiya sebagai heroin yang mengembalikan lukisan kepada yang berhak dan mereka yang terlibat juga ditangkap berdasarkan recorder yang ada di rumah Profesor Adam.

"Rian, terima kasih untuk lukisan yang terakhir. Kasih dan cinta ini akan selalu di hatiku selamanya." Air matanya pun menitik  mengenangkan Rian.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

RINDU

Tidak Untuk Pacaran

Guru dan Murid